Three Headed Saturday

IMG_20140531_065521

Setelah akhirnya bisa menyelesaikan 3 buku “tanggungan” dalam satu minggu ini, di sebuah pagi tepatnya sekarang, hari Jumat, aku sedang memandangai kertas yang sengaja kutempelkan di dinding, berisi hal-hal yang harus aku lakukan tahun ini dan buku yang sebaiknya bisa aku beli dalam waktu dekat, termasuk mendapatkan pekerjaan yang lumayan untuk bisa menjadikannya tumpuan menyisihkan uang, karena rasanya lebih enak jika bisa mendapatkan semuanya sendiri dari kerja keras kita daripada meminta orang tua meskipun memang lebih mudah, seperti halnya tinggal sms ayah, dan dia akan membalas dengan lekas beberapa karakter yang terbaca “Y” saja atau “Okelah” atau “Ya” jika sedang dalam mood diantara keduanya. Ah tapi aku senang, buku yang menjadi temanku sarapan kali ini seolah memiliki bobot yang sama dengan berat tubuhku, kecil dan padat, namun juga penuh khayalan, penuh pertimbangan, seperti akan serius pada sesuatu, namun mengakhirinya dengan tertawa! Sambil curi-curi pandang pada kucingku yang sedang berlarian mengejar capung didalam rumah, aku pikir pagi ini tak terlalu buruk. Maksudku, karena aku terbiasa pada bangun yang tak begitu melegakan setelah mimpi buruk, namun entah mengapa sudah tiga hari ini aku bisa tidur siang dan itu pertanda bagus. Aku juga tak bermimpi lari-lari telanjang lagi, atau mungkin aku masih akan memimpikannya namun tidak sekarang, aku mau berlibur sejenak, dan aku akan menghabiskannya dengan buku-buku bagus yang kadang karena terlalu cepat dan gegabah membaca, aku melewatkan beberapa gugusan kalimat, seperti Kata-Kata Sartre yang musti aku baca beberapa kali agar aku bisa mengingatnya dengan baik. Oh ya, aku juga memiliki ingatan yang pendek, jadi mungkin aku sudah pernah menuliskannya sebelum ini dan kini aku ceritakan lagi. Selain itu, aku juga sudah menumpuk beberapa judul pada antrian yang berkumpul diatas meja sebelah kiri, bersampingan dengan komik-komik jepang yang aku sukai, kebanyakan bercerita tentang hubungan manusia dan hewan peliharaannya dan juga cerita horor, favoritku adalah sepasang kekasih yang bisa melihat dan mendengarkan arwah disekeliling mereka. Jadi sembari mengingat cerita-cerita misteri tersebut, aku memutar lagu Go Go Smear the Poison Ivy milik Mum. Sepertinya akan cocok dikolaborasikan dengan kondisi kepalaku sekarang, dan aku tak salah dengan itu. Kemudian ketika momentum ingatan dan lagu sudah saling bergandengan, jika kau perhatikan dengan teliti, roh-roh buku dan komik jepang akan keluar dari jasad mereka sambil mengenakan sayap putih muda seperti diserap oleh vacum cleaner tak terlihat dengan kecepatan ringan, “W…u..zzz..zzzuu..zz”. Seperti itu bunyinya. Tapi suara tersebut hanya bisa didengarkan ketika kau sedang sendiri didalam kamarmu, mematikan lampu, dengan perut lapar, dan kulitmu ditempeli bulu kucing. Kemudian arwah-arwah buku itu tadi menarik lengan kawan mereka dengan kecepatan yang tidak kalah pelan seperti mereka dikeluarkan dari cangkang dan sampul, beberapa dari mereka perempuan remaja tapi juga anak-anak lelaki yang tak berpakaian, kemudian setelah lagu selesai mereka melebur begitu saja diantara debu dalam terpaan sinar matahari yang terlampau irit sebab ia masuk lewat lubang sebesar sedotan air minum kemasan seharga seribu rupiah. Dan mereka menghilang bersama-sama.

Lagu kedua terdengar seperti seorang gadis memainkan pinggiran bibirnya sambil bersenandung “Memememe..Me’mememe” lalu diselingi musik-musik semarak dengan lirik yang tak kupahami artinya. Entahlah, seperti semacam parade di desa tertentu dengan ternak yang ikut bernyanyi dan ibu-ibu petani membunyikan peralatan masak mereka di dapur, lalu ayah-ayah petani menggosok punggung ternak dengan lembut dan dalam dengan sikat sehingga menghasilkan suara “Sraook, sraook, sraook”.

Dan menyebabkan suatu hari sirna bagai cahaya redup ketika aku memejamkan mata.

_________________________________________________________________________________________

Di lain hari ketika aku terbangun pukul 02.00 pagi, aku merasakan hujan diluar begitu merasuk sampai-sampai ia seperti perpanjangan nada dari Samsara – Pagan milik Michael Stearns, Lisa Gerrard dan Marcello De Francisci. Hari ini aku melihat seorang yang kukenal menikah. Tentu energi baik dari setiap pernikahan aku sambut dengan bahagia pula. Mengingat kami hanya melewati beberapa bulan lewat monitor dan suara yang direkam mesin percakapan. Namun, kupikir begitulah proses anti-klimaks terjadi pada sebuah hubungan, kami mengendarainya dengan kecepatan stabil dari awal, kami membicarakan hal yang memperkaya pengetahuan kami, dan tentang mimpi-mimpi alam semesta. Mungkin, itulah yang membuat aku akan terus mengingat orang-orang yang terjaga semalaman denganku. Rencana kami sampai pada banyak lagu dan catatan. Tapi seolah semua hal menarik harus dibekukan ketika dua insan sampai pada konsep keterikatan, menikah dan turunannya. Tapi kesedihan tidak akan pernah menjadi sepermanen kebahagian dalam kehidupan fiksi ini bukan? Mungkin aku terjangkit bermacam-macam khayalan, seketika ngomong ngelantur dan ingatan meloncat-loncat seperti kesepian menghancurkan milyaran sel otak sehingga aku lebih sulit mengingat.Bahkan untuk buku-buku yang baru saja aku baca. Aku sering, dalam lamunanku merenung bagaimana sunyi membumihanguskan kenangan-kenangan baik dan menggantinya dengan ketakutan tak berarti.

Tiba-tiba aku ingat dengan mimpi-mimpi menakutkan seperti tenggelam di lautan hitam dengan air yang kental seperti samudera oli. Atau makhluk-makhluk asing yang menjelma seperti perempuan dengan wajah rusak dan rambutnya yang panjang, atau teman-teman yang tak pernah aku temui lagi sejak aku umur 6 tahun namun ada di mimpiku sedang berusaha membunuh dirinya, atau mati dengan tidak sengaja. Jika, tulisan ini dipahami sedikit lebih mendalam orang-orang pasti akan mengira aku menderita stres akut atau semacam manic depressive syndrome dimana, seks dan obat-obatan menjadi opsi terbaik, terburuk, dan tidak menyisakan pilihan lagi untuk dinikmati. Mereka, tidak seperti halnya Atom ke Quartz, atau Tuhan yang bersedia dibagi lebih kecil kedalam partikel untuk dilangkahi umatnya dan menjadi karpet untuk kaki-kaki mereka, kedua hal tersebut took people’s soul away tapi aku tak merasa aku akan dibawa ke neraka karenanya. Neraka was too overrated.

Hingga, kadang aku merasa aku harus menjadi Zarathustra untuk diriku sendiri. Tentu untuk diriku sendiri. Zarathustra seperti La Tahzan yang bergaung ditelinga muslim. Bukunya yang tebal dan susah dipegang dengan baik saat membuka halaman cukup tidak mengenakkan memang, juga halaman putihnya yang tegang seperti kakek marah-marah. Namun, tahukah kau apa yang membuat aku merasa begitu akrab dengan Zarathustra bahkan ketika aku jadi yang terasing diantara sekelilingku?

Kita lihat beberapa kutipan ini ya!

– “Dan tidur bukanlah seni yang remeh: sebab untuk itu kau harus terjaga sepanjang hari.”

– “Sepuluh kali engkau harus tertawa dalam harimu dan bergembira; sebab jika tidak, perutmu, bapa dari segala kemuraman, akan mengganggumu sepanjang malam.”

– “Dan bahkan setelah kau memiliki semua kebajikan, masih ada satu hal lagi yang penting untuk dipahami: semua kebajikan itu harus disuruh tidur pada saat yang tepat.”

– “…Apalah dayaku jika memang kekuasaan ingin berjalan dengan kaki bengkok?”

– “…-Ya, itulah tidur, dia yang tidak boleh dipanggil, dia sang penguasa kebajikan.”

(Sabda Zarathustra, Niezsche, hal. 100 – 103)

Aku yakin Nietzsche menuliskan ini semua saat sleeping disorder mengganggu ia sepanjang malam. Setiap hari. Dan perlawanannnya membawa pria ini ke sebuah petualangan yang pelik soal nasib, kenegaraan, diri, dan spiritualitas. Yang membuatku senang adalah, akhirnya dalam satu titik dihidupku aku merasa ada orang lain yang ikut merasakan bahwa musuhmu adalah ketidaksadaran! Dan itu semua memiliki puncak tertinggi tempat ia bersemayam bersama kehendak-kehendak yang mati lainnya : Tidur. Lembah sunyi, gelap, seperti rahim yang tak bersahabat. Penuh monster dan lautan dalam yang tenang seolah dapat menyesatkanmu kapan saja. Hantu tidur akan naik di tengkukmu, lalu memijat-mijat kepala belakang dengan jarinya yang terdiri dari pisau tipis dan gada. Itulah tidurku. Tak kutemui berita menyenangkan dari keluarga-keluarga yang kukenal disana, tak kutemui makanan enak dan permen manis seperti saat aku terjaga dan acuh pada dunia, tak kutemui imajinasi-imajinasi menyenangkan dari dongeng yang aku baca, disanalah suara tiktok jam dinding bahkan bersembunyi karena takut. Tidurku tidak memiliki tahun, ia amatlah besar dan menakutkan seperti ibu kandung. Tidurku bukan rumah yang nyaman, itulah mengapa aku terus berlari didalamnya, jatuh kejalan dan kebun-kebun sembari bertelanjang, aku tak mengenal baju, sebab tidur terus mengejarku. Membuat aku lelah dan melupakan kegemaranku mencermati hal-hal menyenangkan dari hidup itu sendiri. Namun, bagaiman aku bisa yakin bahwa nasib baik akan lebih memilih kesadaran atau ketidaksadaran? Sekilas, aku merasa tidak ada yang betul-betul menyenangkan dari itu semua. Aku akan terus berlari dalam jalan raya yang begitu abu-abu diantara terpejam dan bangunku sebab monster-monster tengah berusaha memangsaku ketika aku sedikit saja lengah dan memasrahkan diriku kepada mereka. Aku bisa mati kapan saja.

________________________________________________________________________________________

Ajaibnya, aku bangun di lain malam dengan perasaan takjub setelah membaca buku lain. Tentang anak-anak dan rambut pendek mereka yag harum ditiup angin. Aku sedang membaca Toto-Chan, atau mungkin jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang dekat dengan panggilan sehari-hari, ia disebut juga Dik Toto. Nama panjang Toto-chan adalah Tetsuko, yang diambil dari huruf Cina,  Toru yang berarti menembus, mengalun hingga jauh, jernih, dan menggema seperti suara, seperti yang tertulis dalam buku pada halaman yang khusus menceritakan tentang nama Toto-chan.

Seperti buku-buku lain, Toto chan pun harus aku relakan dengan perasaan sedih setengah senang untuk ditulisi, digarisi, dan diberi simbol sebagai penanda ada hal penting disana. Dan ketika aku melakukan hal tersebut, aku selalu membayangkan akan membuka lagi halaman itu ketika usiaku beranjak lunglai, hanya bisa duduk-duduk saja di kursi malas, terjangkit bermacam-macam khayalan, dikelilingi kucing dan seekor anjing kesayangan, serta buku-buku yang aku pilih sebagai bagian pengantar umurku.

Toto-chan aku dapatkan dari sebuah lapak buku sederhana milik seorang teman yang bersikeras melakukan kurasi pada buku-buku yang akan dijual sehingga buku terpilih itu akan dapat memuaskan siapapun yang membacanya nanti! Aku membelinya seharga Rp 55.000,00 pada bulan Juni 2014 yang mendung dan semilir. Pertemuan dengan Toto-chan membuatku gembira dan merasa aku tak usah berusaha keras untuk menjadi dewasa, karena kita dapat selalu memiliki kebijaksanaan dan ketulusan hati seorang anak. Buku ini mengajariku demikian, aku terpengaruh hal-hal baik yang ada di dalamnya. Membuat hatiku dari yang kosong dapat terisi kembali, meskipun kadang bercampur kesedihan, namun sepertinya membayangkan anak kecil bernama Tetsuko yang berjalan riang ke stasiun bersama anjingnya Rocky sambi mengantongi bekal berisi makanan dari pegunungan dan lautan, berikut keingintahuannya akan banyak hal hingga pertemuan dengan kepala sekolah yang baik hati bernama Sosaku Kobayashi terasa menghibur hati. Aku jadi semangat makan, dan bisa merindukan orang-orang di rumah, aku jadi rindu memasak, dan aku menjadi tahu ada banyak hal yang masih menunggu untuk dipertemukan denganku!

Betul, jika kau pelajari dengan baik barangkali akan sedikit sukar menghadapi maksud dari tulisanku disini. Bila aku membaca buka A maka percakapanku denganmu akan terdengar seperti aku dan A dan dirimu yang sedang mengobrol di sebuah kafe dengan pura-pura kenal satu sama lain! Bisa juga setelah membaca komik B maka aku akan tampak ceria tak seperti biasa! Bisa juga setelah membaca buku K, aku akan terdengar seperti barisan pegunungan yang dingin. Tapi aku harap, tulisan ini akan membuat diri kita mengingat sesuatu. Sebab, bukankah perasaan lupa tak ingin diingat kapan datangnya?!

Kini pukul 01:07 pagi. Aku masih terjaga ditemani kucingku yang bernama Kimmi. Ekornya besar dan melengkung jika menghindari laptop. Dia akan jeli memperhatikan jemariku jika aku mengetik dengan cepat, tapi aku tak suka pelan-pelan karena semakin lambat semakin mudah lupa!

Dingin diluar.

Lalu, merasuk kedalam, terserap pori-pori tembok rumah.

Berharap saat aku mengetik semua keanehan dalam tiga kepala ini aku sudah berada di lain negara. Sendiri, namun menghadap langit yang sama. Salam Hangat! Mari buat mie dan seduh teh!

 

 

Leave a comment

Blog Sederhana ala KUBUS

Tak ada yang tak mungkin asal mau berusaha, tetap semangat, terus berusaha, dan selalu berdoa

Mia membaca

So little time, so many books

Sejarah Semarang

Sejarah Kota Semarang

Ferizal Ramli's Blog

#dariTepianLembahSungaiElbe

Vassals of Kingsgrave

The Island of Misfit Podcasters

lifeisaterminalillness

Life being completely absurd

Steackaan News

Muda, Beda dan Menulis !!!

Doodlewash®

Adventures in Watercolor Painting and Sketching, Watercolour Magazine, with Charlie O'Shields

travellabel

Travel around the world with us

ANTIRENDER

ADHARI DONORA | LIFEPATCH.ORG

inisayadanhidupsaya

Life more than everything you know

andreas siagian

squaresolid - lifepatch.org

Perspektif

Membuka Paradigma

monster kopi

so-called dark poetry

The Lore Master: Blog Tolkien Indonesia

Tulisan Mendalam tentang J.R.R. Tolkien dan Middle-earth

Monster do Fashion

a piece of fashion in her logic and lunatic